Thursday, October 30, 2014

Japan Summer Trip #4 : Yokohama Field Trip

Setelah kelamaan libur ngeblog gara2 sok sibuk..

Kembali ke cerita perjalanan luntang lantung saya di Jepang. Hehe. Setelah orientasi di hari sebelumnya, jadwal kami di hari Kamis 21 Agustus adalah jalan-jalan ke Yokohama. Menurut penjelasan sensei saya, Yokohama adalah kota tersibuk ke-2 setelah Tokyo. Karena mau menghindari jalanan macet, kami harus berangkat pagi dari Inage. Iya, ternyata Tokyo juga macet, bukan Bogor sama Jakarta doang. Jadi jam 8 pagi kami harus udah standby di tempat bisnya bakal jemput, di depan SD deket dormi. Kami juga dianjurkan bawa bekal, jadi saya dan temen2 sekamar mampir ke kombini dulu untuk beli onigiri dan kawan-kawan.

Saya, Mink sama K adalah orang-orang pertama yang sampe di bis, selain senseinya. Saya nunggu sambil agak penasaran gitu, kira-kira orang mana yang bakalan paling telat dateng, haha (ga terima kalo orang Indonesia dicap lelet). Ternyata yang dateng terakhir adalah cewe-cewe Swedia dan temen sekamarnya cewe-cewe Inggris.. Yes, saya berhasil menjaga reputasi baik di hari pertama *tawa kemenangan.

Dari Inage, kami masuk jalan tol ke Yokohama. Ah, ga macet kok. Mungkin standar macet orang Jepang beda sama macetnya orang Indonesia. Ada beberapa tempat yang kami kunjungi di Yokohama.
liat ini di pinggir jalan seneng banget
Kouhoku New Town Green Infrastructure
Walaupun namanya 'new town', tapi sebenernya area ini dibangun sejak 1965. Tujuan pembangunannya adalah untuk mengimbangi pembangunan gedung-gedung dan struktur lainnya di area sekitarnya. Jaraknya sekitar 25 km di barat laut Tokyo. Desain new town yang dimaksud adalah memunculkan keseimbangan antara gedung dan bangunan dengan area hijau. Bagian paling penting dari area ini adalah green network space berbentuk matriks memanjang dengan luas sekitar 90 hektar.  Green matrix ini dibuat dengan maksud memungkinkan udara dan cahaya lewat di celah-celah bangunan. Green matrix ini ternyata hanya semacam green belt selebar kurang dari 10 meter yang berbatasan langsung dengan taman publik atau area milik privat. Boro-boro kayak kebun raya deh. Tapi hebatnya, masuk green belt ini berasa kayak masuk hutan. Pengelolaannya bagus, dan salut banget sama warga Jepang yang menjaga lahan hijau sesempit apapun. Di dalamnya banyak banget tonggeret gede-gede yang bikin feel musim panas di Jepangnya berasa banget, kayak yang di kartun-kartun gitu deh.
kolam di Seseragi Park



bocah-bocah lagi pada darmawisata kali ya

pagar ini misahin area punya publik sama punya pribadi

pengen gulinggulingan ngga sih



Capek keliling green matrix, kami diajak istirahat di kantor pengelola. Eh ternyata malah masuk cafe gitu, haha. Jadi sambil istirahat makan siang, kami dengerin penjelasan pengelola. Ada juga penjelasan dari warga sekitar yang membentuk semacam komunitas. Komunitas ini aktif banget memperjuangkan hak mereka untuk dapet taman (mungkin selevel taman komunitas). Yang hebatnya, mereka membuat perencanaan, desain, sampe ngerjain semuanya sendiri. Pemerintah cuma acc proposal dan ngucurin dana.
ini sensei saya lagi ngejelasin proyek si komunitasnya
Makan siangnya hari itu nasi kare jepang. Saya pertamanya excited banget tau mau makan nasi kare asli Jepang, apalagi mereka nyediain dua pilihan, kare ayam sama kari sayuran. Saya pilih kare sayuran dong. Pas dateng pun penampilan sama wanginya menggoda banget. Saya nyendok, ternyata ga enak :( beda banget sama rasa kare di Indonesia. Pahit, bumbu karenya terlalu kenceng. Saya ngga bisa ngabisin. Sedihnya lagi harganya mahal, 800 yen. Hngaaa. Tapi mau makan onigiri salmon yang dibeli paginya ngga enak juga, karena semua orang lainnya makan dengan menu kare tadi. Jadi saya cuma bisa menghibur diri dengan jus jeruknya.
ini si kare 800 yen. sayang sekalii rasanya ngga selezat penampakannya
Selesai makan, kami dikasih waktu 15 menit untuk jalan-jalan di sekitar situ. Ternyata area di samping cafe adalah semacam marketing area untuk perumahan. Uniknya, masing-masing tipe rumah dibangun dalam skala aslinya lengkap dengan perabot dan tamannya. Jadi kalo mau beli rumah ngga perlu datang ke lokasi perumahannya langsung, cukup lihat dan rasakan contohnya di marketing area tadi.



ternyata anak jepang juga heboh liat belalang

yang pake baju putih namanya Ye sensei. yang depan anaknya :3

Yamashita Park
Yamashita Park ini terletak di area pelabuhan Yokohama. Tamannya berbentuk memanjang di tepi laut (ngga ada pantainya) dan di puncak musim panas, panasnya luar biasa. Taman ini didirikan di area yang diurug (landfill) dan merupakan salah satu proyek rekonstruksi dari The Great Kanto Earthquake. Berhubung bentuknya persegi panjang, desainnya mirip-mirip gaya taman perancis gitu deh, kotak-kotak. Tapi seneng aja liat bunga-bunga warna-warninya di tengah musim panas.




Minato Mirai 21
Yang ini adalah kebanggaannya Yokohama. Area terbangun modern dengan gaya urban yang meliputi pelabuhan Yokohama, termasuk juga distrik di sekitarnya. Ada museum, stasiun, sampe Akarenga dan Osanbashi Pier. Sebagian area yang terpisah dari daratan utama adalah hasil reklamasi.



Osanbashi Pier, atau lengkapnya Osanbashi Yokohama International Passenger Terminal adalah pelabuhan utama Yokohama. Desainnya sering muncul di majalah-majalah gitu deh, saya aja yang kuper karena baru tau pas nyampe sana. Pelabuhan ini bentuknya unik, melengkung-lengkung mirip punggung paus. Material utamanya kayu yang dikombinasi dengan logam (saya nga tau itu jenis logam apa, maap). Modern abis. Di sana saya ngga ngga mau berhenti fotoin sudut-sudutnya yang luar biasa unik, tapi ternyata udara yang panas bener-bener bisa bikin nyaris pingsan sampe saya harus ngadem masuk ke terminalnya. Nah bagian dalamnya ternyata lebih mirip bandara. Maklum si Osanbashi ini adalah port utama buat orang-orang yang mau masuk ke Jepang lewat laut, jadi lengkap lah semua urusan imigrasi ada di dalamnya.








Akarenga alias Red Brick Warehouse adalah bangunan tua yang dulunya dipake sebagai gudang. Namanya tentu aja diambil dari material utama penyusunnya, yaitu bata merah. Akarenga ini dibangun di era Meiji, pas perkembangan arsitektur lagi jaya-jayanya. Ada 2 bangunan yang posisinya paralel memanjang dari arah laut ke jalan. Bangunan sebelah kanan panjangnya hanya separuh dari bangunan di kiri, karena hancur pas gempa bumi besar Kanto tahun 1923. Bangunan yang tinggal separuh sekarang dikenal sebagai Building 1, dan bangunan yang masih utuh Building 2. Di antara kedua bangunan tersebut ada semacam space yang sering dipakai untuk event. Pas saya kesana, di space tersebut ada cafe outdoor bertema pantai. Ya mungkin sebagai pengganti pantai benerannya yang ngga ada di situ. Yang lucu, sampe ada kolam pasir berukuran besar tempat anak-anak bisa main pasir dan kolam bilas di dekatnya. Udah kayak di pantai beneran. Di bagian kompleks bangunan yang dekat ke jalan ada lapangan terbuka yang luas banget, dan banyak turis berseliweran di situ. Di sisi yang menghadap laut ada Akarenga Park. Nah yang bikin nyesel, pas saya liat-liat lagi guide mapnya, di deket Akarenga Park itu ternyata ada Cupnoodles Museum. Iya, saya baru nyadar pas pulang. Nyesel banget ngga bisa mampir dulu.






Terakhir, kami poto-poto sambil menikmati angin laut di Akarenga Park :D
Sebenernya ada poto lompat segala tapi temen saya ada yang pake crop top, bahaya kalo diposting disini, hihi.
Zoe, Li Ziyue, Niu Yi, Mink, K
*to be continued lagi

Tuesday, September 23, 2014

Japan Summer Trip #3 : Orientation Day

Rabu, 20 Agustus 2014 adalah hari pertama program summer workshop saya dimulai. Acara yang saya ikuti ini namanya Cross Cultural Design Collaboration 2014, disingkat CCDC. Di CCDC ini, peserta yang ikut berasal dari beberapa universitas dari berbagai negara. Tahun ini terdapat 15 peserta dari Chiba University (Chibadai) sebagai host dan 26 peserta dari 11 universitas lainnya. Saya satu-satunya peserta dari Indonesia. Lumayan berat karena selain jadi perwakilan IPB, saya juga jadi perwakilan negara. Pokoknya dilarang malu-maluin.

Sekitar jam 9.30 kami berkumpul di lobby office dormi karena di sana sudah ada salah satu mahasiswa Chibadai yang akan memandu kami ke kampus Matsudo. Tadinya saya udah seneng karena mengira kami bakal ke kampus naik bis carteran, eh ternyata kami harus ngeteng naek kereta.. Ahahah. Dipaksa mandiri. Perjalanan dari dormi ke kampus Matsudo menghabiskan sekitar 1,5 jam dengan dua kali transfer kereta. Setelah turun di stasiun Matsudo pun masih harus jalan kaki lumayan jauh dengan medan yang nanjak untuk bisa sampe kampus. Alamaak orang Jepang doyan banget jalan kaki, sama sekali ngga ada angkot atau ojek T_T. Cuma dua minggu di sana, jempol kaki rasanya mau copot karena tiap hari harus jalan jauh dengan kecepatan super tinggi.

threefie dulu penghuni kamar A402 :D
Sekitar jam 11, rombongan kami yang kepanasan, kehausan dan kecapean akhirnya sampe di Tojyogaoka Hall, aula tempat acara awal akan dilaksanakan. Karena acara baru mulai jam 1, kami diperbolehkan istirahat dan makan di kantin yang ngga jauh dari aula. Jreng jreeeng makan di kantin? Saya langsung nyesel ngga bawa bekal makan siang (karena waktu itu belum ngambil alat masak di office dormi). Ya udah saya liat-liat dulu menu makanan di kantinnya. Itu berbagai katsu dan daging-dagingan sungguh menggoda iman, tapi saya berusaha menahan diri dan nanya sama petugas kantinnya yang hampir semua ibu-ibu. "Sumimasen, no butaniku?" (Permisi, yang ngga ada babinya? kira-kira terjemahannya gitu). Eh si ibu nawarin, "Chikin (ayam)?". Saya baru nyadar, ayam, sapi atau kambing pun ngga bisa saya makan karena nyembelihnya ngga pake basmalah. Jadinya saya ralat, "Vegetarian," eh si ibu bingung. Akhirnya si ibu manggil satu orang bapak-bapak yang lagi makan di sana. Ternyata si bapak bisa bahasa Inggris, dia nanya apa saya mahasiswa program pertukaran, dari mana, berapa lama di Jepang. Lalu saya ditunjukin makanan yang (kayaknya) aman. Tofu, salad, ikan-ikanan. Setelah bilang makasih berkali-kali, saya ngambil tofu yang ada kuah beningnya sama semacam tumis sayuran yang isinya wortel, jamur sama rumput laut. Setelah bayar saya pun makan sambil baca basmalah di tiap suapan. Ternyata enak! Alhamdulillah, hari pertama bisa makan di kantin, hehe (walopun sebenernya ngga tau itu halal ngga. Maap ya Allah). Kenyang makan siang, kami pun kembali ke aula buat ngadem sambil nunggu acara mulai.

ini dalemnya si Tojyogaoka Hall
bendera negara-negara peserta (coba cari bendera Indonesia!)
Acara dimulai dengan perkenalan masing-masing peserta dan staf pengajar di program. Setiap peserta kebagian waktu 1-2 menit untuk memperkenalkan diri dengan bantuan slide. Tapi sayangnya yang dipake adalah slide pdf, sehingga kebanyakan informasi tentang Indonesia yang saya susun di flash powerpoint jadi ngga bisa ditampilkan. Setelah perkenalan dilanjutkan sambutan dari Kinoshita sensei yang jadi ketua program, sama sambutan dari beberapa staf pemerintah kota Matsudo. Lalu acara intinya, kuliah umum oleh Professor Winterbottom dari University of Washington. Materinya seputar bagaimana melibatkan masyarakat dan komunitas lokal dalam proses planning and design suatu taman atau lanskap. Professornya gaul, sebelah kupingnya ditindik. Haha (di Indonesia jarang yang beginian). Setelah materi ada diskusi dan abis itu istirahat lagi sebelum welcome party jam 6 sore.

Di welcome party sebenernya saya agak dag dig dug karena pasti acaranya ada makan dan minum-minum. Tapi ternyata ada beberapa menu yang aman buat saya konsumsi kayak sashimi, macem-macem sushi, salad dan kue-kue tradisional Jepang. Alhamdulillah. Minumnya pun disediain jus sama teh selain bir yang pasti ada (orang Jepang sama Korea minum bir udah kayak minum air putih). Selain orang-orang yang udah hadir di acara pembukaan tadi, ada juga dekan Faculty of Horticulture sebagai host workshop dan beberapa sensei. Pak dekannya ramah banget, saya disamperin dan dibilang, "Kamu bisa makan ikan kan? Ada sayuran, buah dan kue-kue yang bisa kamu makan juga, saya tau kamu muslim, kami sengaja memisahkan makanannya," ih terharu loh disamperin langsung gitu. Dari situ kami ngobrol lumayan lama dan ternyata beliau kenal sama Pak Bambang, dosen pembimbing saya sekarang di IPB, yang ngirim saya untuk program ini. Terus yang bikin surprise adalah salah satu senseinya pake baju batik! Langsung saya samperin dan tanya-tanya. Eh ga taunya "I bought this in a department store in Jakarta, with Nizar san," katanya. Yaelaah Pak Nizar mah pembimbing aye pas S1 pak, haha. 

makanannya banyak tapi yang bisa saya makan dikit :(
Setelah kenyang makan dan capek ngobrol, saya sama beberapa teman memutuskan untuk pamit pulang duluan, karena besok program masih dilanjutkan dengan field trip ke beberapa tempat di Yokohama. Kami jalan kaki ke stasiun Matsudo, tapi pas setengah jalan ternyata kami lupa arah ke stasiun, ahahaha. Salah satu cewek Swedia yang kamarnya di lantai 3 lalu inisiatif untuk nanya arah ke ibu-ibu di lampu merah. Si ibu, ngga cuma nunjukin arah, tapi memimpin jalan ke stasiun sambil ngoceh bahasa Jepang. Jalannya sama kayak ngomongnya, ngebut. Padahal kami ngga ada yang ngerti beliau ngomong apa. Sampe stasiun, si ibu belum mau ngebiarin kami pergi, tapi berusaha ngejelasin rute kereta yang harus kami ambil untuk sampai ke Inage, stasiun tujuan kami. Beliau sampe manggil ibu lainnya yang jauh lebih muda dan bisa bahasa Inggris. Yee jadi ngga enak bu, hehe. Tapi dari situ saya belajar bahwa kebanyakan orang Jepang baik banget sama turis, terutama yang keliatan asing kayak kami. 

Masih bersambung ke part-part selanjutnya..

Sunday, September 7, 2014

Japan Summer Trip #2 : Tokyo with Roommate

Pagi pertama saya di dormi, saya kebangun jam 5. Bukan karena azan, tapi karena kaget liat langit udah terang di luar. Kebetulan saya tidur menghadap jendela, dan lampu kamar dimatiin, jadi berasa banget kalo ada cahaya sedikit aja. Saya langsung kelimpungan, bingung harus bangun jam berapa untuk solat subuh. Untungnya di hari awal-awal di sana saya lagi ngga solat, jadi bisa ancang-ancang dulu latihan bangun pagi buta.
Ini langit jam 5 pagi di Inage, Chiba
Sesuai rencana malam sebelumnya, hari Selasa tanggal 19 Agustus itu saya sama Mink jalan-jalan ke Ueno, Tokyo. Kami berangkat jam 7 pagi ke stasiun Inage lalu Mink ngajarin saya beli Suica card di mesin otomatis. Takjub gitu liat uang saya ditelen mesin trus keluar kartu plus kembaliannya, haha udik. Kami minta peta jaringan JR (Japan Railway) versi English ke kantor informasi sebagai panduan perjalanan. Jaringan kereta di Jepang ini bukan main kompleksnya, banyak jalur/line yang lewat stasiun yang sama. Beda banget sama jaringan kereta Jabodetabek *yakali Cha. Untuk ngapalin rute Inage-Matsudo campus aja saya butuh 3 hari sampe bener-bener hapal. Tapi overall sistem kereta apinya oke banget, luar biasa informatif dan kalo nyasar tinggal tanya petugas stasiun yang akan membantu dengan sangat senang hati, walopun ga bisa bahasa Inggris. Sayangnya ongkos kereta di Jepang mahal banget, haha.
Selfie dulu sama Mink di stasiun Inage. Dari warna muka aja udah jomplang
Untuk ke Ueno, kami naik Sobu Line (jalur kuning) ke Akihabara lalu nyambung ke Ueno (lupa line apa). Perjalanannya sekitar 1 jam aja. Di kereta saya sambil curi-curi pandang merhatiin penumpang lain. Di Jepang, hampir semua orang kelihatan fashionable, ngga terkecuali nenek-nenek dan kakek-kakeknya. Nenek kakek disana sehat semua, ngga ada yang jalan kepayahan. Mungkin karena sejak muda mereka terbiasa jalan kaki jauuh banget, dan cepet banget pula. Malah saya yang kalah, jalan sedikit capek. Terlalu dimanja sama angkot dan ojek di Indo mungkin.

Sampai di Ueno, kami langsung keliling area. Sempat mau masuk beberapa museum, tapi ternyata bayarnya mahal-mahal. Sambil jalan kami melihat beberapa street artist yang mempertunjukkan kebolehannya. Yang nonton banyak juga, sambil berdiri dan bergumam "sugoii" alias bagus. Lalu kami memutuskan masuk Ueno Zoo, kebun binatang yang terkenal banget itu. Harga tiket masuknya 600yen, lumayan mahal kalo dirupiahin. Oiya selama di Jepang saya berusaha keras ngga mengkonversi harga-harga ke rupiah, karena pasti bakal nyesek banget, muahal. Maklum kurs rupiah sekarang lagi cenderung turun, dan kalo tiap mau makan saya rupiahin yang ada malah ngga jadi makan.

Street artist mamerin lukisan yang udah jadi. Roknya kayak songket deh
Keren-keren lukisannya, bikinnya cuma 5 menitan
Yang ini seniman manga. Objeknya sambil diajak ngobrol
Di Ueno Zoo, yang jadi primadonanya adalah panda cina. Pas banget kami masuk, si panda lagi mau dikasih makan. Jadilah kami nonton panda makan dulu sebelum berkeliling area kebun binatang. Ueno Zoo ini ternyata luasannya kecil, 2 jam jalan kaki aja bisa liat semuanya. Saya jadi ingat Taman Safari, yang jauh lebih luas dan lebih 'rimba'. Jelas lebih menarik Taman Safari. Kelebihan Ueno Zoo? Pemeliharaannya lebih baik kayaknya. Dan luasannya pas untuk adik-adik sekolahan untuk bisa dikelilingi jalan kaki tanpa pingsan. Coba kalo jalan kaki di Taman Safari. Sebelum pingsan kecapean udah keburu diterkam singa.
Topiary bentuk gorila sama rakun
Tiketnya unyu dan gambarnya macem-macem
Kita poto dulu ya Pandaa
Pandanya laper..
Ujug-ujug ada paviliun Thailand gitu
Gajah Asia
Kasian beruang kutubnya kepanasan :(
Keluarga anjing laut lagi berjemur
Sekitar jam 12 siang, kami udah kelaperan. Ami, temen saya yang lagi ambil kuliah 6 bulan di Chiba pas malem sebelumnya bilang untuk cari makan siang di Ameyokocho, jalan kecil dekat Ueno Park. Disana bisa cari makanan halal atau suvenir. Jadi kami keluar dari Ueno Zoo dan menuju Ameyokocho. Jalan sempit ini ramai luar biasa sama berbagai kios dan toko, termasuk makanan khas Asia. Benar aja, setiap nemu kedai kebab, mas yang jual langsung ngomong bahasa Indonesia, "halal, ayam, daging, enak" hahaha muka saya keciri melayu banget sih, ato si mas liat kerudung saya dan yakin saya lagi cari makanan halal yang di Tokyo agak langka. Saya akhirnya beli kebab isi ayam, 500yen dengan porsi luar biasa gede. Senangnya lagi adalah karena pas beli kebab saya bisa denger sapaan "Assalamualaikum", adem banget.

Si kebab yang saya beli ngga langsung dimakan karena Mink masih cari-cari tempat makan. Dia pengen makan mi Jepang gitu, dan menurut buku panduan wisata yang dia punya, ada satu tempat makan di deket situ, tapi udah di luar Ameyokocho. Setelah kami ikutin peta dan nemu lokasinya, restonya tutup. Dan ketika kami keliling daerah situ, ternyata itu daerah night club gitu. Serem juga walaupun lewat situ siang-siang. Akhirnya saya minta izin duduk buat makan karena rasanya udah mau pingsan (Mink khawatir liat muka saya pucat). Selain kelaperan, saya kayaknya dehidrasi juga karena Jepang lagi panas luar biasa, dan kami udah jalan dari pagi. Sepagian sampe siang itu aja saya udah minum 4 botol air ukuran 500ml (dan sama sekali ngga ke toilet), ngisi ulang botol setiap nemu keran air minum. Untungnya di area publik kayak Ueno Park, keran air minum tersebar dimana-mana.

Setelah saya selesai makan, kami jalan ke sisi lain taman. Alhamdulillah nemu kombini (convenient store) dimana Mink bisa beli soba dingin. Setelah seger dikit kena AC kombini, kami lanjut keliling lagi. Kali ini ke Tokyo National Museum, tiket masuk (lagi-lagi) 600yen. Museum ini keren banget, berupa kompleks museum yang terdiri dari beberapa bangunan. Gaya bangunannya beda-beda, ada yang tradisional Jepang, gaya Eropa klasik, sampe modern minimalis. Benda yang dipajang di tiap bangunan pun beda, ada temanya masing-masing. Kami masuk ke bangunan utama yang beraksen Jepang, Honkan. Koleksinya hampir setipe sama yang di Museum Nasional Jakarta (Museum Gajah), yaitu peninggalan Jepang dari masa ke masa. Tapi keliling satu bangunan ini aja rasanya capek, gedungnya luas banget. Satu ruangan yang saya suka banget adalah ruang edukasi. Ada satu meja penuh kartu pos polos dan macam-macam stempel bermotif. Rupanya bukan saya aja yang tertarik, karena meja tersebut penuh pengunjung. Ada juga meja yang memajang proses pembuatan gelas, dilengkapi spesimen gelas di tiap tahap. Setelah capek keliling kami jalan-jalan di luar gedung dan nemu satu bangunan bergaya modern minimalis di bagian belakang kompleks museum. Lucu banget, ada bangunan modern di sela-sela pohon-pohon besar yang Jepang banget. Lebih lucu lagi karena ternyata dalemnya berisi benda-benda pusaka, kontras banget lah kulit sama isinya. Namanya Gallery of Horyuji Treasures. Tapi karena udah sore dan kami terlalu capek, kami cuma masuk sebentar lalu keluar lagi, jalan menuju stasiun untuk pulang ke dormi.
Honkan, bangunan utama Tokyo National Museum
Baju zirah samurai
Pada serius milih stempel
Karya saya, cupu tapi prosesnya menyenangkan
Hyokeikan yang bergaya klasik
Ada apa di balik pohon?
Ternyata bangunannya modern pisan
Setibanya di dormi, K ternyata udah sampe. Kami lalu ngobrol sambil makan malem bareng. Saya ngeluarin rendang kering bekel dari Indonesia, Mink ngeluarin pasta cabe dari Korea, dan K ngeluarin semacam enting-enting kacang mete dari hometownnya di Palawan, Filipina. Semuanya enaak. Setelah kenyang, kami istirahat karena besoknya adalah hari pertama program dimulai.

*bersambung lagi cuy..