Thursday, January 22, 2015

Japan Summer Trip #5 :Yoyogi Park - Camii Mosque

Setelah 2 hari full ekskursi lapang, kami mendapat 2 hari libur di weekend. Kedua teman sekamar saya mae ke Tokyo Disneysea (bukan Disneyland ya) dan saya ngga ikut karena tiketnya mahal, sekitar 6000 yen. Jadi pagi-pagi saya manjain diri dengan masak, haha. Sarapan saya hari itu cuma nasi (beli di kombini, tinggal diangetin di microwave) sama omelet sayuran. Saya sengaja bawa tepung bakwan instan dari Indo, jadi tinggal nambahin sayuran siap pakai yang beli di supermarket. Terus karena ngga berani beli minyak goreng, saya dadar aja tu adonan bakwan pake margarin (bekel dari Indo juga). Ditambah kecap ekstra pedas (ini juga bawa dari Indo) dan susu coklat, udah cukup untuk memulai hari. Enaknya masak di Jepang adalah semua bahan mentah yang dibeli di supermarket kondisinya fresh dan bersih, siap pakai. Bahkan sayuran, daging atau ikan yang dijual pun udah bersih dan diiris atau dipotong rapi, siap masuk wajan. Praktis dan hemat waktu banget, hehe (ketauan paling males bersihin bahan makanan).

sarapan 'mewah', hahaha
Sambil sarapan, saya chat sama Edu (dulu ade kelas di S1, tapi sekarang di S2 sekelas) yang juga lagi ikut course 3 bulan di Chiba. Edu ngajakin ke masjid yang ada di Yoyogi, masih daerah Tokyo. Tawaran ini langsung saya samber, daripada lumutan di dormi sendirian. Lagian kapan lagi liat masjid di Jepang yang muslimnya tergolong minoritas.

Sambil siap-siap berangkat, saya cek rute kereta ke Yoyogi di hape. Ada beberapa aplikasi yang bermanfaat banget untuk itu, bisa dicari aja. Saya sama Edu kebetulan ditempatin di komplek dormi yang sama, cuma beda gedung aja. Ada lagi Ai yang ikut program yang sama kayak Edu, tapi beda jurusan. Tapi kali ini Ai ngga ikut karena harus ngelab. Saya sama Edu naek kereta sambil ngeraba-raba rute kereta, karena walaupun udah dicatet, rute ke Yoyogi ternyata lumayan panjang dan ribet karena harus ganti line beberapa kali. Sekalian ke Yoyogi, kami menyempatkan maen sebentar ke Yoyogi Park yang hanya berbeda beberapa stasiun.


Pas kami sampai sana, cuacanya mulai gerimis dan dingin. Beda banget sama beberapa hari pertama saya di Jepang yang hawanya kayak oven. Yoyogi Park lumayan luas, hampir mirip-mirip Kebun Raya Bogor gitu gayanya. Penuh pohon besar, adem, ada beberapa kolam besar, dan kita bisa lihat beberapa binatang di situ, seperti gagak, tupai dan temen-temennya. Masuknya gratis karena tergolong public park. Bahkan di beberapa sudut saya menemukan tuna wisma yang membuat tempat tinggal sederhana. Wah ternyata di Jepang ada juga, saya agak takjub.




gagak di Jepang ukurannya jumbo tapi tergolong ngga galak
Pas keliling, kami melihat serombongan remaja, cewek dan cowok, dengan baju bernuansa pink-hitam, yang kayaknya lagi latihan nari buat matsuri atau entah acara apa. Dalam hati saya agak surprised, cowok-cowok di sini kelihatan ngga keberatan pakai baju pink, haha.


semua orang bawa payung karena cuacanya hujan


gerbang Yoyogi park ke arah Shinjuku. gaul


Mendekati waktu dzuhur, kami balik ke stasiun untuk naik kereta lagi ke Yoyogi-uehara, stasiun terdekat dengan Camii Mosque. Turun dari kereta, kami bingung karena ngga tau jalan. Untungnya orang Jepang (lagi-lagi) ngga keberatan menunjukkan arah. Ketika jalan kaki ke arah masjid, kami berpapasan sama mas-mas bermuka Indo yang senyum-senyum ngeliat kami dari jauh. Pasti dia yakin kami lagi nyari masjid, haha. Masjidnya ngga terlalu jauh dari stasiun, dan walaupun ngga ada tulisan gede-gede tapi kami cukup yakin kalo itu adalah masjid yang kami cari karena gaya arsitekturnya yang khas Turki. Masjid ini letaknya di tengah area permukiman gitu, dan jangan bayangin kayak masjid di Indonesia yang halamannya luas. Bangunan Camii Mosque ini terdiri dari 3 lantai, lantai bawah semacam perpustakaan, pusat kebudayaan Turki dan toko souvenir, sementara masjidnya di lantai atasnya. Nah si masjidnya sendiri dipisah lagi menjadi 2 lantai, ikhwan di bawah dan akhwat di atas. Walaupun ukurannya ngga terlalu besar tapi ternyata masjid ini adalah masjid terbesar di Jepang, yang didirikan dengan bantuan dari pemerintah Turki. Makanya di bagian luar masjid ada bendera Turki dan bendera Jepang yang berdiri bersebelahan.








Kami tiba lewat dzuhur, jadi ngga bisa ikut jamaahan. Tapi pas solat sendiri (di lantai atas lagi kosong), saya jadi mellow abis. Bisa solat, di masjid yang cantik, di negara yang muslimnya minoritas, rasanya terharu. Padahal kalo di Indo solat ya solat aja, karena mudahnya nemu tempat solat di mana-mana. Alhamdulillah.

Sambil nunggu ashar, Edu ngobrol sama mas-mas Indo yang baru selesai solat juga. Terus kita dikasih tau ada tempat makan halal di deket masjid, resto India atau Pakistan gitu. Dengan semangat kita langsung bilang makasih, pamit sama masnya dan keluar masjid nyari resto yang dimaksud. Menurut petunjuk si mas, restonya ga jauh dari lampu merah perempatan, beberapa puluh meter dari masjid. Tapi kami udah jalan lebih dari 300 meter dan ngga nemu. Akhirnya kami balik lagi ke arah masjid sambil melototin mata kesana kemari. Ah! Ternyata restonya belok kiri dari lampu merah, haha. 

Resto ini kecil nyempil kaya upil, ngga beda lah sama kedai mie umumnya di Jepang. Pintunya juga pintu geser, haha. Liat tulisan 'HALAL' yang terpampang di depan resto, naga di perut saya mulai gelisah. Beberapa hari ngga makan daging atau ayam, rasanya berat badan saya turun beberapa kilo. Saya lalu pesen nasi kari ayam (900 yen) dan Edu pesen tandoori chicken (750 yen). Wew, makanan halal ternyata mihil. Tapi pas mulai makan, ngga nyesel deh. Porsinya gede dan rasanya enaaak banget. Enaaak karena susah dicari, dan rasa kari yang ngga jauh beda sama kari Indo. Alhamdulillah banget ya Allah. 


Setelah kenyang dan bayar, kami balik ke masjid lagi. Kali ini keburu untuk ikut jamaahan ashar. Uniknya, sementara kami solat, banyak orang Jepang yang memperhatikan di belakang. Setelah solat selesai, mereka ngga segan untuk bertanya ke imam dan petugas masjid yang lain. Kata mas yang ikut jamaahan, mereka rata-rata warga Jepang yang tertarik dengan Islam, baik berniat hijrah atau hanya pengen tau aja. Mudah-mudahan Allah memberi hidayah, aamiin.

*lagi lagi bersambung..

Monday, January 12, 2015

Japan Summer Trip #4 : Tokyo Field Trip

Hari berikutnya, Jumat 22 Agustus, jadwalnya kami keliling Tokyo. Berangkat pagi-pagi lagi dengan mata masih sepet (jam 8 pagi kumpul, sama aja kayak jam 6 disuruh stand by di parkiran GWW untuk naik bis). Nah karena kali ini si alat masak udah diambil, saya jadi bisa ngebekel nasi goreng pake abon rendang. Makan siang aman alhamdulillah.
nasi goreng bekel makan siang
blueberries. mahal dan masih kalah enak sama rambutan
 Menuju Tokyo, kami lewat tol lagi dan keluar di tengah kota. Nah ini baru macet. Tapi macetnya di Jepang tetep aja tertib, ga hectic kayak di Jabodetabek. Dan macetnya cuma 30 menitan. Tapi 30 menit itu ternyata berpengaruh banget sama tujuan kunjungan kami. Kami harus mengurangi salah satu objek karena telat, haha. Betapa disiplinnya orang Jepang..

Meguro Sky Garden di Ohashi Junction, Meguro
Perhentian pertama kami yang molor 30 menit dari jadwal. Meguro Sky Garden ini terletak di tengah kota, daerah sibuknya Tokyo. Tujuan utama pembuatan taman ini sebenarnya menutupi perpotongan dua jalur kereta, namun sangat diperhatikan juga untuk mengakomodasi kegiatan warga di sekitarnya. Unik ya. Roof garden ini baru dibuka kurang dari 2 tahun yang lalu (Maret 2013), jadi ngga heran kalo tanamannya masih kecil-kecil dan di atas situ hawanya panas banget (plus di tengah musim panas). Tapi desainnya tergolong unik. Bangunannya sendiri bentuknya oval, jadi roof gardennya linear melingkar mengikuti bentukan oval tadi. Di bagian tengah yang lebih rendah (Ohashi Junction) ada lapangan futsal yang sering dipake warga untuk olahraga atau sekedar kumpul. Ada juga area untuk berkebun bagi warga sekitar. Meguro Sky Garden didesain oleh lulusan Landscape Architecture dari Chiba University yang jadi host summer program ini, jadi waktu kita ke sana, kita disambut dengan sangat baik. Taman ini terbagi menjadi beberapa zonasi, yaitu western square (main entrance), four season-garden, traditional japanese, relaxing area, public square, forestry area, community space, service garden dan hidden garden. Tanaman di setiap zona menyesuaikan sama tema zona yang berbeda-beda tersebut.


ngadem dulu



lapangan futsal di Ohashi Junction
parkir sepeda cuy
community garden



Keyakizaka Complex Rooftop Garden dan Roppongi Midtown Garden, Roppongi Hills
Roppongi Hills adalah salah satu area terbangun paling bergengsi di Tokyo, terdiri dari gedung-gedung perkantoran, apartemen, shopping center, pusat hiburan, dan lain-lain. Di Roppongi ini juga banyak terdapat roof garden yang terawat dengan sangat baik. Saking tua dan terawatnya, pas masuk ke kompleks ini kita ngga berasa di atas bangunan. Pohon-pohonnya besar dan teduh, semak dan bunganya beragam, dan banyak serangganya.






Keyakizaka Complex merupakan salah satu roof garden di area ini. Letaknya di lantai paling atas gedung, di atas theatre. Sambungan antara lantai paling atas ini dengan bangunan utamanya dilengkapi semacam 'bantalan' (bukan full beton) untuk meminimalisir guncangan bila ada gempa bumi. Tamannya berbentuk trapesium dan kegiatannya sesuai musim, yang menjadi daya tarik utama. Di Spring kegiatannya menanam padi di sawah. Iya, ada sawah di roof garden ini. Tapi padi yang ditanam bukan padi untuk dimasak menjadi nasi, melainkan jenis yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sake. Di Spring dan Summer juga ditanam berbagai sayur dan buah. Autumn biasanya penuh jadwal panen, baik panen padi tadi (hingga proses pengolahan) atau sayuran lainnya. Nah kegiatan Winter ngga kalah menarik, yaitu pengolahan jerami sisa panen padi hingga pembuatan kue mochi (biasanya sekitar tahun baru). Selain area pertanian dan perkebunan tadi, ada juga kolam kecil di salah satu sudut taman. Dengan rangkaian kegiatan tersebut, taman ini cocok banget untuk objek darmawisata anak-anak sekolahan. Tapi tidak semua orang bisa masuk taman ini dengan bebas, perlu izin khusus dari pihak pengelola. Yang seru, dari taman ini kita bisa melihat sekeliling kota Tokyo dari ketinggian, termasuk Tokyo Tower yang terkenal itu.






Selesai keliling roof garden, kami diberi waktu setengah jam untuk jalan-jalan di sekitar pusat pertokoannya Roppongi. Pas banget summer ini lagi ada semacam Doraemon expo, dalam rangka promosi film Stand By Me-nya Doraemon. Patung-patung Doraemon berbagai pose dan ekspresi memenuhi satu area di Roppongi, jadi saya puas-puasin foto deh di situ.
lagi ada yang latihan buat Bon Odori
ciee lope lope gitu
laba-laba Maman, artwork terkenal di Roppongi
bahkan ada doraemon yang masih kuning dan berkuping
mau poto disini kudu ngantriii
selfie dulu boleh lah yaa
jauh-jauh kesana belinya ini. rasanya sama kayak di Indo
Hama-rikyu Garden
Yang ini favorit saya. Setelah seharian keliling roof garden yang modern tapi panas, diajakin ke Hama-rikyu ini oase banget. Hama-rikyu ini letaknya di tengah kota, jadi agak ajaib gitu masuk taman bergaya tradisional yang latar belakangnya penuh gedung-gedung tinggi. Berasa naik mesin waktu ke zaman dulu. Taman ini awalnya milik keluarga Shogun Tokugawa dan dulu berfungsi sebagai benteng terluar kastil Edo. Salah satu sisi taman berbatasan langsung dengan Teluk Tokyo, jadi ada area kolam yang berisi air laut saat air pasang. Taman ini sempat mempunyai nama Hama-goten (Istana Pantai), lalu setelah Restorasi Meiji kepemilikannya beralih ke keluarga kerajaan dan diganti namanya jadi Hama-rikyu sampai sekarang. Pada saat gempa bumi besar Kanto dan Perang Dunia II, beberapa bangunan tea-house hancur. Keluarga kerajaan menghibahkan taman ini ke pemerintah kota Tokyo pada 1945, dan setelah restorasi besar-besaran, taman dibuka untuk umum pada 1946. Saat ini Hama-rikyu termasuk Special Places of Scenic Beauty and Special Historic Sites milik negara (termasuk cultural heritage).
gate to the past
temen-temen saya semangat foto sama teteh dan aa berkimono
pinus 300 tahun
backgroundnya gedung-gedung modern
Uchibori (semacam kanal gitu)

Taman ini full service, untuk pengunjung disediakan semacam gadget yang berfungsi sebagai 'interpreter', dilengkapi juga dengan GPS. Ada kejadian menarik pas saya mau masuk taman ini. Kami diberi penjelasan dulu tentang cara penggunaan gadget tadi di dekat loket. Bapak yang ngasih gadget ke saya bilang, ada macam-macam bahasa yang bisa dipilih di gadget. English, Spanish, Korean, Japanese, dan beberapa lainnya. Lalu si Bapak nanya ke saya, "Where do you come from?" Saya pikir dia mau nanya bahasa apa yang saya paham. "I'm from Indonesia, but English is ok" lalu si Bapak ngajarin cara pakai gadgetnya. Setelah selesai beliau bilang "Tunggu sebentar ya". Saya bengong. Lah si Bapak bisa ngomong bahasa Indo! Hahaha. Ternyata beliau pernah tinggal di Bali sekitar 2 tahun. Terus kita jadi ngobrol. Dodolnya, walaupun si Bapak ngomong Indo saya tetep jawab pake English. Yang ada temen-temen saya pada bingung karena kita ngobrol pake bahasa gado-gado.
si gadget canggih







Sekitar jam 6, taman tutup jadi kami harus cepat-cepat keluar. Walaupun dengan bantuan GPS, ternyata ngga gampang kembali ke gerbang masuk tadi. Tamannya luas banget, dan saya masih belum puas ngelilinginnya. Semua spot rasanya cantik dan saya pengen berlama-lama jalan santai dan duduk di sana. Mungkin suatu saat saya bisa kembali lagi ke sana dan jalan seharian sampe puas. Someday, aamiin..

-masih to be continued-